BUDAYA MAKANAN
Budaya makanan terdiri atas 2 kata, yaitu Budaya dan makanan.
Budaya adalah nilai, kepercayaan, sikap, dan praktik yang diterima oleh komunitas atau individu. Budaya sendiri bermacam-macam berdasarkan geografis suatu kelompok. Budaya adalah sesuatu yang dipelajari dan bukan diwariskan. Enkulturasi adalah budaya yang melintas dari generasi ke generasi melewati sebuah proses.
Pencampuran budaya dibagi menjadi 2 antara lain akulturasi dan asimilasi. Akulturasi adalah suatu kelompok budaya berpindah ke wilayah dengan norma budaya yang berbeda dan beradaptasi terhadap masyarakat setempat atau mayoritas. Akulturasi membutuhkan waktu yang cukup lama untuk beradaptasi. Sedangkan asimilasi adalah masyarakat dari peleburan satu kelompok budaya dengan budaya mayoritas tempat tinggal mereka sehingga terbentuk budaya baru.
Makan merupakan suatu peristiwa budaya. Suatu makanan tertentu terdapat filosofi-filosofi budaya. Filosofi-filosofi budaya tersebut berasal dari geografis yang berbeda-beda. Mengenai akulturasi ataupun asimilasi, tidak hanya manusia, makanan pun dapat mengalami hal tersebut. Kelangkaan bahan makanan tradisional merupakan salah satu hal yang dapat mendorong akulturasi budaya sehingga terciptanya makanan baru yang dapat diterima dalam suatu kelompok masyarakat. Faktor lainnya yang dapat mempercepat akulturasi adalah kecocokan dan harga seperti orang Samoan sukar mendapatkan krim kelapa yang diperlukan untuk makanan favorit mereka.
Di era baru, globalisasi, tentunya banyak sekali makanan baru yang beredar di Indonesia, contohnya permen, softdrink, makanan ringan sangat mudah diterima oleh masyarakat karena rasa yang lezat dan enak. Sebaliknya, makanan tradisional mungkin langsung dapat ditolak oleh masyarakat. Terdapat beberapa contoh seperti jeroan yang ditolak oleh anak-anak Amerika Latin. Capcay, bakmi, beef steak, bistik solo (yang akan saya bahas nantinya) diterima oleh masyarakat Indonesia, dipadukan dengan nasi.
Komentar
Posting Komentar