Sejarah dan Budaya Es Puter khas Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki lebih dari 1.300 suku etnis dengan beragam budaya dan kesenian (Badan Pusat Statistik, 2010). Hal tersebut membuat Indonesia kaya akan tradisi dan budaya maupun makanan tradisional. Indonesia memiliki beragam jenis makanan yang menjadi ciri khas masing-masing daerah. Pulau Jawa dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia yaitu mencapai 57 persen dari total populasi tersebar diberbagai daerah. Setiap daerah memiliki pola masakan yang berbeda, misalnya masakan Jawa Tengah dan Jawa Timur cenderung memiliki cita rasa manis, sedangkan masakan Sunda banyak menggunakan sayuran segar (Wijaya, 2014).

Solo merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah yang sangat kental dengan tradisi dan budaya. Karena bekas kota Kerajaan Jawa, kota ini mempunyai banyak peninggalan fisik seperti gedung-gedung, benda pusaka, senjata, busana, hingga kuliner. Selain itu, ada pula peninggalan non-fisik seperti adat-istiadat, tradisi, kesenian, serta upacara religi (Saeroji & Wijaya, 2017).
Salah satu minuman yang menjadi ciri khas kota Solo yaitu es puter. Es puter merupakan sejenis es krim khas Indonesia yang berbahan dasar santan. Dikenal sebagai salah satu pangan yang turut berperan dalam perkembangan kuliner di Indonesia yaitu adanya pengaruh Barat (Belanda) yang mulai masuk ke Indonesia sejak abad ke 16. Diperkirakan, budaya Tionghoa juga berpengaruh pada pembuatan es puter ini. Es puter merupakan hasil akulturasi budaya Belanda dan Tionghoa.

Es puter adalah kuliner khas Indonesia yang berasal dari Solo, Jawa Tengah. Es puter atau es dung-dung atau es tong-tong adalah sejenis es krim yang berbahan dasar santan. Es krim tersebut dibuat secara tradisional dengan cara diputar, dibantu menggunakan es batu dan garam hingga terbentuk padatan halus. Tabung yang berisi adonan es puter, kemudian diputer-puter hingga mengkristal dan bertekstur halus. Pada umumnya volume tabung yang digunakan dalam sekali pembuatan es puter adalah 100 L, dimana dilakukan pemutaran selama 1 hingga 2 jam. Maka dari itu, es ini disebut es puter. Disebut es dung-dung karena pada jaman dahulu es puter dijual berkeliling menggunakan gerobak es puter yang dibunyikan (Ayuningsih, 2008).

Es puter memiliki cita rasa yang cukup khas, manis, gurih dan segar. Rasa es puter yang ditawarkan tidak sedikit, ada berbagai macam varian rasa antara lain rasa alpukat, rasa cokelat, rasa kelapa muda, rasa stroberi dan rasa durian. Es puter biasa dimakan dengan menggunakan cone atau roti tawar (Ayuningsih, 2008). Es puter dapat dijumpai pada pangan tradisional lainnya seperti es podeng, dan makanan lainnya seperti es rujak di Jogja. Tidak hanya itu, es puter disajikan pada pesta seperti acara pernikahan, arisan, atau acara ulang tahun.

Tidak hanya di Solo, Es puter dapat ditemukan diberbagai daerah di Jawa Tengah salah satunya Semarang. Es puter di Semarang tidak berbeda dengan es puter yang di Solo. Semarang terkenal dengan kuliner es puter “Es Conglik”. Es Conglik sudah ada sejak tahun 1985 hingga saat ini diwariskan secara turun-temurun. Conglik kepanjangan dari kacung cilik yang artinya pembantu kecil. Es Conglik didirikan oleh Sukimin yang sekarang diteruskan oleh Imam Suharto.

Pada zaman penjajahan Belanda memiliki pengaruh kuat, salah satunya dibidang Toetje (makanan pencuci mulut) berupa roomijs (es krim) yang berbahan dasar susu (room). Lalu adanya pelengkap tambahan berupa buah (vruchten ijs: es buah) segar dengan serutan es batu dicampur sirop dan aneka pelengkap lainnya. Es krim inilah yang disantap oleh orang Belanda (Bromokusumo, 2013).
Banyak orang Indonesia yang ingin mencicipi es krim, akan tetapi harganya yang mahal karena antara lain terbuat dari susu dimana secara ekonomi, masyarakat Indonesia tidak dapat membelinya, perut orang Indonesia yang tidak dapat menerima produk berbahan dasar susu, bahan-bahan yang “aneh” seperti krim untuk memperbaiki tekstur (Bromokusumo, 2013).

Imigran Tionghoa menemukan ide dalam menanggulangi masalah-masalah tersebut agar dapat diterima di masyarakat Indonesia (Asia). Bahan es krim yang menggunakan susu diganti dengan santan. Setelah itu, dilakukan percobaan menggunakan teknik pembuatan baru dengan memutar kerombong tempat pembuatan es di dalam tumpukan pecahan es batu yang digarami untuk menurunkan titik beku. Penggunaan alat tradisional tersebut karena lemari es adalah barang mewah pada jaman itu (Bromokusumo, 2013). Penggantian susu dengan santan inilah membuat cita rasa es puter menjadi khas dan gurih. Tekstur, kelembutan, dan aroma juga berbeda dengan es krim. Hingga saat ini berkembang dengan berbagai varian rasa.

Pembuatan es puter menggunakan gentong stainless steel. Es puter menggunakan es batu dan garam kasar untuk membantu proses pembekuan atau pendinginan pada gentong. Es batu ditaruh di sela-sela antara wadah (berupa gentong) dan gentong pemutar (berisi bahan es puter), lalu es batu ditaburi garam kasar. Tujuan diberikan garam adalah untuk menurunkan titik beku es batu. Garam memiliki sifat hidrofilik dimana garam akan mengikat air sehingga air tidak menjadi beku kembali. Sifat hidrofilik dapat merubah kondisi ekuilibrium pada titik beku air dan titik leleh air sehingga menjadi lebih rendah titik bekunya. Hal ini juga membuat air es mencair dan air yang cair tidak membeku (Patil & Sonawane, 2018).

Santan yang digunakan sebagai bahan pengganti susu pada es krim pada jaman Belanda. Santan kelapa mengandung sebesar 88.30% lemak (Endang, 2010). Santan dapat membuat masakan menjadi gurih karena disebabkan santan mengandung senyawa nonylmethylketon. Selain itu, santan sebagai pengemulsi dimana dapat membuat tesktur es puter lebih halus (Nugraha, 2014).

Pada jaman penjajahan Belanda hingga tahun 2000-an, Es puter pada umumnya dijual melalui penjual yang berkeliling baik di komplek, gang, maupun sekolah-sekolah. Mereka disebut penjual es tung-tung dimana membawa gerobak kecil dan membunyikan gentongnya, namun sudah sangat jarang ditemukan. Alhasil sekitar tahun 2000-2020 terlihat seperti salah satunya es puter Conglik yang berjualan di pasar-pasar maupun pinggir jalan. Tidak hanya iu, pada pesta-pesta rakyat antara lain seperti pernikahan, arisan, event tertentu masih dapat dijumpai.

Es puter khas Indonesia yang gurih ini dapat dikembangkan dengan berbagai varian pangan tradisional maupun modern Indonesia. Salah satu merek ternama di Indonesia pernah membuat es puter bernama dung-dung yang dikemas dengan apik dan diproduksi masal di toko-toko retail ataupun supermarket. Secara tradisional es puter dikombinasikan dengan kuliner khas nusantara seperti es podeng yang berisi mutiara, roti, alpukat, es puter, kacang, dan coklat, Es podeng dapat ditemukan di daerah berbagai daerah seperti Jakarta dan Tangerang. Terdapat rujak es krim yang merupakan salah satu makanan khas Jogja dengan perpaduan rasa yang unik yaitu asam, manis, dan pedas. Rujak es krim terdiri atas rujak serut berisikan pepaya, mangga muda, nanas, ketimun, dan bengkoang yang diserut dan disiram dengan bumbu rujak, selanjutnya es puter tersebut diletakkan di atas rujak serut tersebut (Murdijati, 2015). Es puter sudah berkembang dan memiliki banyak varian rasa antara lain kelapa muda, cokelat, durian, stroberi, mangga, vanilla, dan masih banyak lagi.

Komentar

Postingan Populer